Powered By Blogger

Wednesday, October 14, 2020

Demokrasi Hukum dan HAM - (Opini)


 

HAM dan Demokrasi



Berkenaan dengan penanganan COVID-19 oleh Pemerintah Indonesia
bahwa pandemi sebagai situasi darurat kesehatan yang berdampak pada persoalan ekonomi dan sosial, namun demikian,  pembatasan, atau tindakan dan kebijakan yang diambil harus proporsional, serta tidak mengorbankan hak asasi manusia dan demokrasi.

Pada situasi pandemi, kami melihat bahwa penanganan COVID-19 menimbulkan dampak yang tidak diinginkan pada situasi dan kondisi hak asasi manusia. Berdasarkan pemantauan, sejumlah langkah yang dilakukan oleh negara tidak menjadikan hak asasi manusia sebagai dasar pertimbangan yang memadai dalam menyusun kebijakan .

pelanggaran hak asasi manusia selama pandemi COVID-19, antara lain sebagai berikut:

·         Hak atas Standar Kesehatan Tertinggi

berbagai RS rujukan COVID-19 memiliki sejumlah permasalahan seperti akses informasi yang minim, kekurangan tenaga medis, kekurangan sarana dan prasarana penunjang pelayanan kesehatan, Sementara layanan bagi masyarakat untuk mendapatkan layanan test PCR masih minim karena masih terbatasnya penyelenggaraan dan akses yang tersedia.

Akses terhadap pelayanan kesehatan adalah bagian tidak terpisahkan dari hak asasi manusia secara keseluruhan.

·         Hak atas informasi

Dalam konteks penanganan pandemi, informasi yang valid, terpercaya dan terus diperbaharui mengenai situasi pandemi serta penanganannya wajib dipenuhi dan diberikan kepada publik tanpa terkecuali. Hal itu sangat penting karena di tengah ketiadaan vaksin, keselamatan warga tergantung pada informasi tentang upaya pencegahan dan pengendalian prilaku individu. Namun, pada awal penyebaran COVID-19, pemerintah justru melakukan hal yang sebaliknya. penyampaian informasi yang tidak utuh,ketidakjelasan penanganan krisis. pemerintah terus menutupi informasi mengenai sebaran daerah merah yang menyulitkan tidak hanya publik tapi juga pemerintah daerah untuk mengambil tindakan pencegahan yang efektif dan memadai. Ketertutupan dan penyangkalan atas informasi, justru telah memberikan sinyal dan arah yang keliru untuk publik, menurunkan kewaspadaan yang bisa berakibat pada perluasan penularan wabah dan memperparah bencana.

·         Hak atas kebebasan berekspresi

Kemerdekaan berekspresi merupakan salah satu hak yang diakui dalam sebuah negara hukum yang demokratis dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Terdapat banyak kasus penangkapan terhadap orang-orang yang dituduh menyampaikan penghinaan terhadap pejabat negara atau menyebarkan berita bohong. Hal tersebut menjadi pelanggaran HAM jika dilakukan dalam konteks mengkritik, mempertanyakan dan menyampaikan keluhan mengenai cara-cara pemerintah dalam menangani pandemi.

·         Hak untuk bebas dari diskriminasi dan stigmatisasi 

Pandemi COVID-19 menghasilkan gelombang diskriminasi pada kelompok tertentu, salah satunya tenaga kesehatan. Mereka mendapat stigma negatif dari masyarakat sebagai carrier virus karena pekerjaannya sehari-hari mengandung resiko tinggi untuk terpapar virus. Hal ini terlihat dari peristiwa perawat yang diusir dari tempat tinggalnya, tenaga kesehatan yang ditolak oleh tetangganya, hingga penolakan pemakaman jenazah seorang perawat di Semarang.hal tersebut lahir akibat penyebaran informasi yang dilakukan pemerintah tidak akurat sehingga mengakibatkan publik menerima informasi tidak utuh dan mengambil sikap sendiri yang keliru.

pandemi global COVID-19 tidak boleh dan tidak bisa menjadi alasan bagi setiap negara untuk membuat kebijakan yang bersifat melanggar hak asasi manusia. Sebaliknya, hal tersebut seharusnya menjadi evaluasi untuk kembali melihat peristiwa COVID-19 sebagai isu kesehatan publik yang berdampak pada isu kesejahteraan sosial. Terlebih lagi, dalam mengeluarkan kebijakan, negara harus berpikir panjang mengenai dampak jangka panjang terhadap kebebasan sipil di masyarakat pasca pandemi usai sebab ancaman yang nyata ialah virus bukan warga negara.